Selasa, 15 April 2014

Penulisan 4 - Pokok Pikiran dan Implikasi RUU ITE



Sumber :

Pokok-Pokok Pikiran dalam RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
Kemajuan spektakuler di bidang teknologi komputer berupa internet berdampak besar pada globalisasi informasi yang menjadi pilar utama perdagangan dan bisnis internasional. Teknologi informasi selalu menghadapi tantangan baru dan selalu ada sesuatu hal baru yang perlu dpelajari agar bisa menjawab tantangan baru yang selalu mucul dalam kurun waktu yang sangat cepat.
Hukum lahir menyertai perkembangan masyarakat untuk menjamin adanya ketentraman hidup bermasyarakat. Demikian halnya dengan hukum perdangangan internasional yang berbasis teknologi informasi, setiap transaksi elektronik perlu diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang baru yaitu UU Informasi dan Transaksi Elektronik Np. 11 tahun 2008.
Pokok pikiran dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terdapat dalam pasal – pasal di bawah ini :
·         Pasal 8 Pengakuan Informasi Elektronik
·         Pasal 10 Tanda tangan
·         Pasal 11 Bentuk Asli & Salinan
·         Pasal 12 Catatan Elektronik
·         Pasal 13 Pernyataan dan Pengumuman Elektronik

TRANSAKSI ELEKTRONIK terdapat dalam Pasal-pasal berikut ini :
·         Pasal 14 Pembentukan Kontrak
·         Pasal 15 Pengiriman dan Penerimaan Pesan
·         Pasal 16 Syarat Transaksi
·         Pasal 17 Kesalahan Transkasi
·         Pasal 18 Pengakuan Penerimaan
·         Pasal 19 Waktu dan lokasi pengiriman dan penerimaan pesan
·         Pasal 20 Notarisasi, Pengakuan dan Pemeriksaan
·         Pasal 21 Catatan Yang Dapat Dipindahtangankan

Dari Pasal–pasal diatas, semua adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut.

Implikasi Pemberlakuan RUU ITE
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan Tim UI menamai naskah akademisnya dengan RUU Transaksi Elektronik.
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh Tim yang dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah), sehingga namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh DPR.
Latar belakang Indonesia memerlukan UU ITE karena:
1.      Hampir semua Bank di Indonesia sudah menggunakan ICT. Rata-rata harian nasional transaksi RTGS, kliring dan Kartu Pembayaran di Indonesia yang semakin cepat perkembangannya setiap tahun
2.    Sektor pariwisata cenderung menuju e-tourism ( 25% booking hotel sudah dilakukan secara online dan prosentasenya cenderung naik tiap tahun)
3.   Trafik internet Indonesia paling besar mengakses Situs Negatif, sementara jumlah pengguna internet anak-anak semakin meningkat.
4.      Proses perijinan ekspor produk indonesia harus mengikuti prosedur di negera tujuan yang lebih mengutamakan proses elektronik. Sehingga produk dari Indonesia sering terlambat sampai di tangan konsumen negara tujuan daripada kompetitor.
5. Ancaman perbuatan yang dilarang (Serangan (attack), Penyusupan (intruder) atau Penyalahgunaan (Misuse/abuse)) semakin banyak.
Dari Pasal – pasal diatas, semua adalah yang mencakup di dalam Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Segala aspek yang diterapkan dalam perdagangan dan pemberian informasi melalui Elektronik sudah dijelaskan dalam pokok pikiran RUU tersebut
Rangkuman singkat dari UU ITE adalah sebagai berikut:
1.      Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan Rata Penuhkonvensional (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
2.      Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
3.   UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
4.      Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
5.      Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
-          Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
-          Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
-          Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Teror)
-          Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
-          Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
-          Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
-          Pasal 33 (Virus, DoS)
-          Pasal 35 (Pemalsuan Dokumen Otentik / phishing)
UU ITE adalah cyberlaw-nya Indonesia, kedudukannya sangat penting untuk mendukung lancarnya kegiatan para pebisnis Internet, melindungi akademisi, masyarakat dan mengangkat citra Indonesia di level internasional. Upaya pemerintah untuk menjamin keamanan transaksi elektronik melalui UU ITE ini patut diapresiasi. Tapi mata dan pikiran juga tetap siaga pada isi peraturan yang berkemungkinan melanggar hak asasi manusia untuk mendapatkan informasi yang berkualitas dan kritis.
UU ini telah jauh melenceng dari misi awalnya yang hendak melindungi perdagangan dan transaksi elektronik. UU ITE malah melangkah jauh dengan mencampuri hak-hak sipil yang merupakan bagian dari kebebasan dasar yang harus dapat dinikmati oleh setiap orang yaitu kemerdekaan berpendapat yang dilindungi UU 1945 dan piagam PBB soal HAM.
Setelah sedikit proses analisis, ternyata walaupun sudah disahkan oleh legislative, masih banyak juga yang berpendapat bahwa UU ITE masih rentan terhadap pasal karet, atau pasal-pasal yang intepretasinya bersifat subjektif/individual. Memang UU ini tidak bisa berdiri sendiri, dapat dikatakan bahwa UU ini ada hubungan timbal balik dengan RUU Anti-Pornografi, yang notabene juga sedang gencar-gencarnya dibahas.
Secara umum, ada beberapa aspek yang dilindungi dalam UU ITE, antara lain yang pokok adalah:
1.      Orang secara pribadi dari penipuan, pengancaman, dan penghinaan.
2.   Sekumpulan orang/kelompok/masyarakat dari dampak negative masalah kesusilaan, masalah moral seperti perjudian dan penghinaan SARA.
3.   Korporasi (perusahaan) atau lembaga dari kerugian akibat pembocoran rahasia dan informasi financial juga exploitasi karya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar